Selasa, 22 Mei 2012

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROSES PENDIDIKAN

STRATEGI PENINGKATAN MASYARAKAT
A. Pengertian dan Prinsip Partisipasi Masyarakat
Menurut Ach. Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu, seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama.
Partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007: 27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.
Mikkelsen (1999: 64) membagi partisipasi menjadi 6 (enam) pengertian, yaitu:
  1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;
  2. Partisipasi adalah “pemekaan” (membuat peka) pihak masyarakat untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek-proyek pembangunan;
  3. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;
  4. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan hal itu;
  5. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf yang melakukan persiapan, pelaksanaan, monitoring proyek, agar supaya memperoleh informasi mengenai konteks lokal, dan dampak-dampak sosial;
  6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.
Dari tiga pakar yang mengungkapkan definisi partisipasi di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa partisipasi adalah keterlibatan aktif dari seseorang, atau sekelompok orang (masyarakat) secara sadar untuk berkontribusi secara sukarela dalam program pembangunan dan terlibat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring sampai pada tahap evaluasi.
Pentingnya partisipasi dikemukakan oleh Conyers (1991: 154-155) sebagai berikut: pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat,  yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal; kedua, bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk-beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut; ketiga, bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Apa yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya dan untuk jangka yang lebih panjang. Adapun prinsip-prinsip partisipasi tersebut, sebagaimana tertuang dalam Panduan Pelaksanaan Pendekatan Partisipatif yang disusun oleh Department for International Development (DFID) (dalam Monique Sumampouw, 2004: 106-107) adalah:
a) Cakupan. Semua orang atau wakil-wakil dari semua kelompok yang terkena dampak dari hasil-hasil suatu keputusan atau proses proyek pembangunan.
b) Kesetaraan dan kemitraan (Equal Partnership). Pada dasarnya setiap orang mempunyai keterampilan, kemampuan dan prakarsa serta mempunyai hak untuk menggunakan prakarsa tersebut terlibat dalam setiap proses guna membangun dialog tanpa memperhitungkan jenjang dan struktur masing-masing pihak.
c) Transparansi. Semua pihak harus dapat menumbuhkembangkan komunikasi dan iklim berkomunikasi terbuka dan kondusif sehingga menimbulkan dialog.
d) Kesetaraan kewenangan (Sharing Power/Equal Powership). Berbagai pihak yang terlibat harus dapat menyeimbangkan distribusi kewenangan dan kekuasaan untuk menghindari terjadinya dominasi.
e) Kesetaraan Tanggung Jawab (Sharing Responsibility). Berbagai pihak mempunyai tanggung jawab yang jelas dalam setiap proses karena adanya kesetaraan kewenangan (sharing power) dan keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan dan langkah-langkah selanjutnya.
f) Pemberdayaan (Empowerment). Keterlibatan berbagai pihak tidak lepas dari segala kekuatan dan kelemahan yang dimiliki setiap pihak, sehingga melalui keterlibatan aktif dalam setiap proses kegiatan, terjadi suatu proses saling belajar dan saling memberdayakan satu sama lain.
g) Kerjasama. Diperlukan adanya kerja sama berbagai pihak yang terlibat untuk saling berbagi kelebihan guna mengurangi berbagai kelemahan yang ada, khususnya yang berkaitan dengan kemampuan sumber daya manusia.
Bentuk dan Tipe Partisipasi
Ada beberapa bentuk partisipasi yang dapat diberikan masyarakat dalam suatu program pembangunan, yaitu partisipasi uang, partisipasi harta benda, partisipasi tenaga, partisipasi keterampilan, partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, dan partisipasi representatif.
Dengan berbagai bentuk partisipasi yang telah disebutkan diatas, maka bentuk partisipasi dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk nyata (memiliki wujud) dan juga bentuk partisipasi yang diberikan dalam bentuk tidak nyata (abstrak). Bentuk partisipasi yang nyata misalnya uang, harta benda, tenaga dan keterampilan sedangkan bentuk partisipasi yang tidak nyata adalah partisipasi buah pikiran, partisipasi sosial, pengambilan keputusan dan partisipasi representatif.
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja  atau perkakas. Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. Sedangkan partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
Partisipasi buah pikiran lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya. Partisipasi sosial diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi. Pada partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama. Sedangkan partisipasi representatif dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia. Penjelasan mengenai bentuk-bentuk partisipasi dan beberapa ahli yang mengungkapkannya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1. Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
Nama Pakar
Pemikiran Tentang Bentuk Partisipasi
(Hamijoyo, 2007: 21; Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi uang adalah bentuk partisipasi untuk memperlancar usaha-usaha bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.
(Hamijoyo, 2007: 21; Holil, 1980: 81 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi harta benda adalah partisipasi dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja  atau perkakas.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi keterampilan, yaitu memberikan dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota masyarakat lain yang membutuhkannya. Dengan maksud agar orang tersebut dapat melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi buah pikiran adalah partisipasi berupa sumbangan berupa ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
(Hamijoyo, 2007: 21 & Pasaribu dan Simanjutak, 2005: 11)
Partisipasi sosial, Partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai tanda paguyuban. Misalnya arisan, menghadiri kematian, dan lainnya dan dapat juga sumbangan perhatian atau tanda kedekatan dalam rangka memotivasi orang lain untuk berpartisipasi.
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat terlibat dalam setiap diskusi/forum dalam rangka untuk mengambil keputusan yang terkait dengan kepentingan bersama.
(Chapin, 2002: 43 & Holil, 1980: 81)
Partisipasi representatif. Partisipasi yang dilakukan dengan cara memberikan kepercayaan/mandat kepada wakilnya yang duduk dalam organisasi atau panitia.
Berdasarkan bentuk-bentuk partisipasi yang telah dianalisis, dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai tipe partisipasi yang diberikan masyarakat. Tipe partisipasi masyarakat pada dasarnya dapat kita sebut juga sebagai tingkatan partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat. Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33) mengidentifikasikan partisipasi masyarakat  menjadi 7 (tujuh) tipe berdasarkan karakteristiknya, yaitu partisipasi pasif/manipulatif, partisipasi dengan cara memberikan informasi, partisipasi melalui konsultasi, partisipasi untuk insentif materil, partisipasi fungsional, partisipasi interaktif, dan self mobilization. Untuk lebih jelasnya lihat Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Tipe Partisipasi
No.
Tipologi
Karakteristik
1.
Partisipasi pasif/ manipulatif
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi;(b)   Pengumuman sepihak oleh manajemen atau pelaksana proyek tanpa memperhatikan tanggapan masyarakat; (c)    Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran.
2.
Partisipasi dengan cara memberikan informasi
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian seperti dalam kuesioner atau sejenisnya;(b)   Masyarakat tidak punya kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penyelesaian; (c)    Akurasi hasil penelitian tidak dibahas bersama masyarakat.
3.
Partisipasi melalui konsultasi
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi;(b)   Orang luar mendengarkan dan membangun pandangan-pandangannya sendiri untuk kemudian mendefinisikan permasalahan dan pemecahannya, dengan memodifikasi tanggapan-tanggapan masyarakat; (c)    Tidak ada peluang bagi pembuat keputusan bersama;
(d)   Para profesional tidak berkewajiban mengajukan pandangan-pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.
4.
Partisipasi untuk insentif materil
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan cara menyediakan sumber daya seperti tenaga kerja, demi mendapatkan makanan, upah, ganti rugi, dan sebagainya;(b)   Masyarakat tidak dilibatkan dalam eksperimen atau proses pembelajarannya; (c)    Masyarakat tidak mempunyai andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat insentif yang disediakan/diterima habis.
5.
Partisipasi fungsional
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan membentuk kelompok untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan proyek;(b)   Pembentukan kelompok (biasanya) setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati; (c)    Pada awalnya, kelompok masyarakat ini bergantung pada pihak luar (fasilitator, dll) tetapi pada saatnya mampu mandiri.
6.
Partisipasi interaktif
(a)    Masyarakat berpartisipasi dalam analisis bersama yang mengarah pada perencanaan kegiatan dan pembentukan lembaga sosial baru atau penguatan kelembagaan yang telah ada;(b)   Partisipasi ini cenderung melibatkan metode inter-disiplin yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematik; (c)    Kelompok-kelompok masyarakat mempunyai peran kontrol atas keputusan-keputusan mereka, sehingga mereka mempunyai andil dalam seluruh penyelenggaraan kegiatan.
7.
Self mobilization
(a)    Masyarakat berpartisipasi dengan mengambil inisiatif secara bebas (tidak dipengaruhi/ditekan pihak luar) untuk mengubah sistem-sistem atau nilai-nilai yang mereka miliki;(b)   Masyarakat mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan-bantuan teknis dan sumberdaya yang dibutuhkan; (c)    Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada.
Sumber: Sekretariat Bina Desa (1999: 32-33)
Pada dasarnya, tidak ada jaminan bahwa suatu program akan berkelanjutan melalui partisipasi semata. Keberhasilannya tergantung sampai pada tipe macam apa partisipasi masyarakat dalam proses penerapannya. Artinya, sampai sejauh mana pemahaman masyarakat terhadap suatu program sehingga ia turut berpartisipasi.
Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam suatu program juga dapat berasal dari unsur luar/lingkungan. Menurut Holil (1980: 10) ada 4 poin yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat yang berasal dari luar/lingkungan, yaitu:
1.      Komunikasi yang intensif antara sesama warga masyarakat, antara warga masyarakat dengan pimpinannya serta antara sistem sosial di dalam masyarakat dengan sistem di luarnya;
  1. Iklim sosial, ekonomi, politik dan budaya, baik dalam kehidupan keluarga, pergaulan, permainan, sekolah maupun masyarakat dan bangsa yang menguntungkan bagi serta mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat;
  2. Kesempatan untuk berpartisipasi. Keadaan lingkungan serta proses dan struktur sosial, sistem nilai dan norma-norma yang memungkinkan dan mendorong terjadinya partisipasi sosial;
  3. Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Lingkungan di dalam keluarga masyarakat atau lingkungan politik, sosial, budaya yang memungkinkan dan mendorong timbul dan berkembangnya prakarsa, gagasan, perseorangan atau kelompok.
B. Jenis-jens Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan dan proses belajar mengajar di sekolah menempati posisi yang penting. Dalam konteks otonomi dan pemberdayaan sekolah, partisipasi masyarakat harus ditangani dan dibangun secara serius agar tumbuh kesadaran akan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pendidikan. Partisipasi masyarakat dibangun lewat proses penyadaran yang panjang dan strategis untuk mengubah pemikiran bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab masyarakat.
Untuk itu sejauh mungkin sejak awal proses pengembangan desain program atau bahkan saat study, pendekatan maupun metodologi yang dapat diterapkan agar mereka berpartisipasi. Ada beragam bentuk partisipasi masyarakat dalam pendidikan, misalnya pengelolaan madrasah selalu mendapat dukungan tokoh agama. Ditingkat sekolah, ada banyak bentuk peran serta yang telah diperankan oleh masyarakat. Biasanya sekolah, lembaga-lembaga pemerintahan yang ada dikecamatan seperti puskesmas dan lainnya dapat membantu manajemen sekolah. Termasuk peran serta masyarakat sekitar,seperti pengusaha dan tokoh sekolah. Termasuk peran serta msyarakat sekitar, seperti pengusaha dan tokoh-tokoh masyarakat perlu diidentifikasi bentuk keterlibatannya dan bentuk bantuan yang mungkin diberikan ke sekolah. Fasilitator perlu juga mengidentifikasi berbagai kendala yang mungkin ditemui serta kemungkinan pemecahannya.
C.    Strategi Peningkatan Peran serta Masyarakat
Keterbasan bentuk dan lingkup partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan peningkatan mutu proses belajar mengajar  di sekolah bisa disebabkan rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai lingkup kegiatan yang dilakukan sekolah. Padahal masyarakat membutuhkan informasi yang cukup mengenai pendidikan dari mereka. Pemerintah daerah kabupaten/kota, dinas pendidikan, sekolah perlu menentukan strategi mengkomunikasikan pendidikan ke masyarakat. Strategi ini akan mendorong masyarakat memahami esensi dari pembangunan pendidikan di daerahnya, sehingga mereka secara sukarela bersedia memberikan kontribusinya kepada sekolah baik berupa pemikiran, materi, maupun bantuan lainnya yang bermanfaat bagi sekolah. Khusus bagi lembaga sekolah harus dibekali dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam menerapkan manajemen yang lebih terbuka.
D.    Edupreneurship
Program manajemen berbasis sekolah (BMS) yang sedang digulirkan di semua sekolah,tak terbatas menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraannya. Namun juga memacu sekolah untuk bertindak kreatif dalam pencarian dana. Sekolah harus berupaya memperoleh sumber dana tambahan melalui usaha yang dilakukan seperti koperasi sekolah,kantin sekolah, wartel dan sebagainya. Usaha sekolah dibuka dengan dua tujuan:
1.Adanya fasilitas usaha memudahkan siswa ataupun orang tuauntuk memanfaatkan jasanya, terutama bila ada kebutuhan yang mendesak yang harus dipenuhi untukkebutuhan belajar.
2. Fasilitas usaha sekolah secara nyata merupakan sumber pendapatan sekolah yang bisa dimanfaatkan untuk kemajuan sekolah.
Pada dasarnya setiap sekolah memiliki potensi koperasi dan ada yang sudah memiliki koperasi sebagai sarana peningkatan kesejahteraan guru dan pegawai. Namun demikian menurut hasil penelitian  Danumihardja (2004;183) mengungkapkan bahwa koperasi sekolah ini belum dikelola dengan baik dan sungguh-sungguh, juga belum diberdayakan ntuk mendukung prosesbelajar dan mengajar.koperasi yang ada sekarang baru dimanfaatkan untukkesejahteraan guru, dan koperasi siswa baru mendapatkan sisa hasil usaha(SHU) saat siswa meninggalkan sekolah atau tamat sekolah. Jadi, koperasi yang ada di sekolah baik di bentuk oleh para guru maupun para siswa belum merupakan suatu sistem keuangan yang bisa dijadikan salah satu alternatif untuk mendukung biaya pendidikan dalam bentuk dukungan pada kegiatanbelajar mengajar. Padahal untuk mengatasi kesulitan biaya, salah satu alternatif sekolah dapat memberdayakan koperasi.
E.     Penyusunan Proposal
Untuk memperoleh bantuan dari perusahaan-perusahaan yang besar dan mempunyai standar yang tinggi, mereka selalu mengalokasikan anggaran untuk kepentingan sosial dan pendidikan. Perusahaan-perusahaan tersebut akan merupakan anggaran bantuan tersebut jika yang meminta sebelumnya telah mengajukan proposalnya. Oleh karena itu sekolah sebagai pihak yang membutuhkan bantuan perlu mengetahui bagaimana caranya menyusun proposal. Sebelum menyusun proposal hendaknya sekolah menyiapkan secara cermat informasi dan gagasan yang ingin dipaparkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun proposal;
a.       Mengidentifikasi masalah yang hendak diatasi dengan baik dan cermat. Semakin penting masalah yang diangkat maka biasanya semakin menggugah minat perusahaan-perusahaan untuk mendukungnya.
b.      Menetapkan tujuan yang ingin dicapai secara jelas
c.       Memaparkan gagasan secara jelas, yang meliputi masalah yang akan diatasi, hasil dan dampak yang diharapkan dan rencana kerja
d.      Hindari penggunaan kata bila, jika , mungkin dan bisa jadi. Sebaliknya,secara tegas nyatakan bahwa bentuk kerjasama yang diajukanakan menciptakan dampk yang positif bagi sekolah.
e.       Buatlah kata-kata yang pendek, ringkas dan jelas
f.       Jika mengajukan proposal ke sebuah perusahaan “investasi” bukannya sumbangan, seperti misalnya memasang kesempatan memasang nama dan logo perusahaan di seragam lomba dan sekolah
g.      Hindari terlalu berkutat pada masalah.meskipun proposal secara tradisional mendokumentasikan kebutuhan dana.
h.      Menyatakan dokumen-dokumen pendukung proposal seperti profil sekolah, foto kondisi sekolah, tentang lokasi kegiatan dan sebagainya.
Secara umum kerangka proposal dapat dikemukakan antara lain:
1.Latar belakang dan permasalahan
2.Tujuan kegiatan
3. Output yang diharapkan
4. Indikator keberhasilan
5. Jenis kegiatan, tahapan A dan B
6. Pelaksanaan kegiatan
7. Jadwal kegiatan
8. anggaran yang diperlukan
9. dan lampiran yang mendukung proposal kegiatan.

Proposal ini disusun oleh tim sekolah. Guru atau anggota komite sekolah yang memiliki pengalaman menyusun proposal diminta menceritakan pengalamannya menggunakan metode tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar